Powered by Blogger.

Update@Penutupan Bolo (Minggu, rasanya jadi tak ceria lagi...)





    Semalam baru sampai Jakarta, pulang dari Roadshow PERTARUHAN di Batam.

    Respon penonton, seperti biasa, selalu positif dan bagus. Hanya saja ada terasa kesedihan menyeruak di dada saya saat kembali melihat mereka di film terakhir: para PSK dan keadaan terkini dari Gunung Bolo.

    Pada saat yang sama, saya juga menerima email yang berisi tulisan dari seorang teman di tulungagung. Dia adalah Ifa, dari CESMID yang membantu terus untuk advokasi Bolo saat ini. Selain tulisan, ia juga mengirim gambar. gambar yang menyedihkan. bikin hari minggu saya agak blurr dan suram.

    Di bawah ini adalah tulisan Ifa tentang penutupan Gunung Bolo


    __________________________________________________________________

    Penutupan Lokasi Prostitusi Gunung Bolo Oleh Pemkab Tulungagung

    Gunung Bolo adalah salah satu lokasi prostitusi dari belasan lokasi prostitusi lainnya di Tulungagung. Gunung bolo sendiri sebenarnya adalah sebuah bukit yang dijadikan sebagai area pemakaman cina tepatnya di desa Bolorejo kecamatan Kauman, bagian barat kabupaten Tulungagung di pinggir jalan menuju Kabupaten Trenggalek . Tidak ada sumber sejarah yang pasti kapan prostitusi di gunung bolo ini ada. Banyak informasi dari orang-orang di sekitar lokasi ini yang mengatakan bahwa sejak dulu sudah dijadikan lokasi prostitusi.

    Hasil Penjangkauan dan pendampingan CESMID, tiap hari, rata-rata 80 orang yang menggantungkan hidupnya dengan bekerja sebagai WPS di Gunung Bolo. Dari segi asal daerah para WPS tersebut banyak yang berdomisili di daerah Ngujang & Rejoagung Kecamatan Kedungwaru Kabupaten Tulungagung dan sebagian kecil yan lain berasal dari luar Daerah Tulungagung. Tiap sore mereka berangkat ke gunung Bolo dengan naik ojek, diantar suami, carter serta naik bus , kemudian pulang sekitar pukul 23.00, ada juga yang tinggal di Gunung sekitar 3 orang WPS.

    Dari segi usia, rata-rata WPS yang bekerja di Gunung Bolo sudah berusia udzur, sekitar 40th atau lebih. Tidak sedikit juga para WPS tersebut dulunya telah melanglang buana ke lokalisasi-lokalisasi di berbagai daerah, hingga akhirnya mereka kalah bersaing untuk merebutkan pelanggan dengan para WPS yang lebih muda. Pada akhirnya membawa mereka secara alamiah untuk mencari tempat yang bisa menjadikan ”jualannya” laku lagi, di Gunung Bolo.

    Para WPS gunung bolo yang domisili di sekitar makam Desa Ngujang pada siang hari sebagian dari mereka melakukan pekerjaan sebagai pemecah batu dari kali Brantas. Mereka melakukan itu semua semata-mata hanya untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.

    Pekerjaan sebagai pemecah batu sebenarnya penuh dengan resiko, akan tetapi hal ini tetap dilakukan oleh mereka karena ketika hanya mengandalkan penghasilan dari menjajakan diri di Gunung Bolo hasilnya sangat kurang untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Meskipun para pengunjung ”penikmat seks” tiap malamnya yang datang digunung bolo cukup banyak rata-rata 200 orang, namun dengan tarif sekali melayani tamu hanya berkisar Rp. 10.000 s/d Rp. 20.000,- rasanya sangat murah sekali ”harga” para WPS di sini, hanya dihargai sebungkus rokok. Belum lagi para WPS yang usianya sudah cukup tua, maka akan tergilas dengan hukum pasar: pembeli adalah raja, punya hak memlih & menentukan harga.


    Mengapa prostitusi gunung bolo bisa eksis?

    Himpitan dan keterpaksaan ekonomi WPS telah memaksa mereka untuk melakukan pekerjaan sebagai WPS di lokasi Gunung Bolo. Sejarah keberadan mereka di Gunung Bolo seperti rumput yang tak lelah mati dan tumbuh kembali. Operasi aparat untuk penutupan praktek prostitusi di daerah ini suda tidak terhitung lagi berapa kali. Akan tetapi lagi-lagi mereka kembali karena tidak adanya pilihan lain. Keberlangsungan inilah yang kemudian merangsang terciptanya “pasar kecil” yang darinya ternyata berdampak pada pemenuhan ekonomi warga sekitar. Selain para WPS sebagai penjaja seks, ada juga Tukang Parkir (4 tempat), warung (15 tempat), tukang ojek (sekitar 25 orang), preman sebagai keamanan (sebagaian mereka adalah pasangan dari WPS) dan lain sebagainya. Mereka sudah memahami betul bahwa yang menjadi “magnet” dari siklus ekonomi bagi banyak orang tersebut adalah keberadaan WPS. Struktur sosial ekonomi yang terjadi ini, akhirnya satu sama lain senantiasa saling memperkuat (simbiosis mutualism)

    Keberadaan prostitusi Bolo ini bukannya dibiarkan saja oleh Pemkab Tulungagung, hampir setiap malam kamis dilakukan razia WPS oleh satpol PP & kepolisian, ya yang namanya razia WPS, tidak mungkin akan merazia pelanggan, padahal WPS tidak mungkin ada tanpa adanya pelanggan. Bahkan menurut cerita orang-orang di sana seingat mereka sudah pernah 2 kali “ditutup” oleh pemda, dengan cara pintu masuknya dijaga ketat oleh aparat, bahkan perna sampai melibatkan hansip desa setempat, itu terjadi pada tahun 1996 & 2001. hal ini dilakukan oleh pemkab tanpa ada musyawarah dulu dengan orang-orang bolo, pemkab hanya mengatakan itu semua dilakukan demi ketertiban. Selama penjagaan oleh aparat tersebut para WPS tetap praktek di dekat gunung bolo, di tepi jalan raya. Tapi kejadian itu tidak berlangsung lama akhirnya kembali lagi seperti biasa.

    Kali ini, tepatnya awal Juni 2009 terjadi lagi ”Penutupan” prostitusi gunung Bolo untuk yang ke sekian kalinya, tapi kali ini sepertinya beda. Penutupan kali ini dilakukan karena terpicu oleh film dokumenter yang pernah di buat di Bolo tahun 2008 lalu. Film yang berjudul PERTARUHAN –Ragate Anak tersebut menceritakan seorang WPS yang harus mencukupi kebutuhn keluarga & anak-anaknya, dengan menjadi WPS di malam hari dan pemecah batu di siang hari. Tujuan film ini jelas, sebagai kritik sosial bagi semua orang utamanya bagi pemerintah sebagai pemegang kebijakan, kemiskinan & ketertindasan perempuan adalah faktor yang sering menjadikan perempuan terpaksa menjadi WPS.

    Film ini memang cukup booming, pernah diputar di Jiffest, berlin dan beberapa tempat yang lain, sehingga banyak muncul tulisan di media yang merespon dari film tersebut. Dari situlah sepertinya Bupati Tulugagung merasa malu, tersinggung & gengsi.

    Akhirnya Bupati Tulungagung mengumpulkan beberapa dinas terkait, seperti pol pp, polres, kodim, dinsos, dinkes dll. Untuk rapat membahas penutupan prostitusi gunung bolo. Dan sepertinya itu sudah menjadi keputusan bulat bupati yang harus dilakukan bersama-sama oleh berbagai instansi tersebut. Ironisnya penutupan tersebut tanpa ada pembahasan sama sekali setelah benar-benar ditutup para WPS dan orang-orang yang mengais rizki di sana akan dikemanakan.

    Setelah sekitar satu minggu awal bulan Juni 2009 Bolo selalu dijaga aparat gabungan, akhirnya tepatnya pada selasa, 9 Juni 2009 Pemkab bersama aparat gabungan membangun pos jaga di dekat pintu gerbang gunung bolo. Pos tersebut digunakan oleh aparat gabungan untuk menjaga gunung Bolo siang sampai malam 24 jam nonstop, agar benar-benar tidak ada lagi WPS yang bekerja di situ. Keesokan harinya, Rabu 10 Juni 2009 dari pihak Hansip Desa setempat juga dikerahkan untuk ikut menjaga.

    Belum genap dua minggu penutupan ini berlangsung dampaknya sudah sangat dirasakan oleh para WPS yang kehilangan mata pencahariannya, tetapi juga oleh para juru parkir, pemilik warung & para tukang ojek. Meraka masih sock mau kerja apa lagi. Walaupun sebagian WPS sekitar 3 orang sudah berani memutuskan tetap praktek di tempat lain, seperti di pasar wage.

    Pembubaran yang mengagetkan dan menyakitkan....

    Peristiwa yang dialami oleh komunitas (WPS, Stakeholder lokasi) Gunung Bolo saat ini sungguh beda dan sama sekali tidak terbayangkan oleh mereka. Perasaan mereka ini di sebabkan karena selama ini lokasi gunung bolo telah dengan sadar melakukan:

    1. Bersama CESMID membentuk pokja peduli HIV yang dinamakan ” POKJA BUNGA SENJA pada Bulan Maret 2008. Mereka yang menghadiri dan berkomitmen dalam POKJA ini adalah unsur WPS, Preman, parkir, keamanan, pemerintah desa, babinkamtibmas dan babinsa. Kaolsek dan Kepala Desa pun hadir dalam kegiatan ini Beliau sempat mengatakan ”tidak mungkin menutup lokalisasi Gunung Bolo, yang paling mungkin adalah melakukan pembinaan kesehatannya”. POKJA ini berkomitmen terhadap dua hal yaitu ketertiban dan keamanan di Gunung Bolo serta Kepedulian terhadap program pencegahan IMS, HIV dan AIDS.
    2. Telah dilatihnya 5 WPS (Anik, Mira, Sri, Yayuk, Iping) dan 5 orang HRM (Udin, Asep, Slamet, Giman, Agus) menjadi PE dalam pencegahan HIV.
    3. Berjalanya distribusi kondom pemerintah oleh POKJA kepada WPS dn HRM.
    4. Dipasangnya media KIE di lokasi
    5. Partisipasi komunitas dalam kegiatan peduli HIV sangat baik akhir-akhir ini, seperti naiknya partisipasi pemeriksaan IMS dan VCT.
    6. dan lain-lain.


    Pada hari pertama dan kedua isu penutupan lokasi yang disertai dengan tindakan ”pendudukan” oleh aparat ini kemudian menjadi bahan diskusi stakeholder yag mewakili komunitas dengan CESMID, diskusi ini fokus membahas latar belakang atau dan motivasi penutupan. Hasil investigasi dan penelusuran berbagai berita dan fakta kemudian dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemerintah (Bupati) ini dipicu adanya pembuatan film dokumenter yang mengangkat perjuangan seorang perempuan single parent beranak 4 yang berjuang memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dengan bekerja siang sebagai pemecah batu dan malam sebagai WPS di Gunung Bolo. Pembuatan film ini mengundang berbagai analisa sosial akar masalah prostitusi di Tulungagung oleh media Nasional seperti Kompas dan lain-lain. Pemerintah mungkin merasa “tercoreng” karena isi film.

    Inilah IRONI yang dirasakan oleh komunitas di Gunung Bolo, keterbukaan mereka menerima intervensi pencegahan HIV baru dimulai Tahun 2006 oleh CESMID dan terlihat berjalan pertengahan Tahun 2008 yang ditandai dengan kemandirian komunitas Gunung Bolo melalui POKJA BUNGA SENJA. Bagi komunitas di Gunung Bolo ternyata ” pro aktif dan peduli HIV saja tidaklah cukup” nyatanya sekarang tetap di ”musuhi” pemerintah.

    Gunung Bolo bagi komunitas Gunung Bolo adalah ”jaminan hidup” mereka. Apa yang dilakukan secara ”sepihak” oleh pemerintah sekarang adalah perampasan jaminan hidup tersebut. Jawaban atas hal inilah yang belum pernah didengar oleh komunitas dari pemerintah. Yang dilihat oleh mereka sekarang adalah gabungan para aparat dari satpol PP, Hansip, dan aparat kepolisian, menghentikan jalan makan mereka.****

Post Title

Update@Penutupan Bolo (Minggu, rasanya jadi tak ceria lagi...)


Post URL

http://gallerygirlss.blogspot.com/2009/06/updatepenutupan-bolo-minggu-rasanya.html


Visit Gallery Girls for Daily Updated Gallery Girls
Cpx24.com CPM Program

Popular Posts

My Blog List

Blog Archive

Total Pageviews