Powered by Blogger.

SUBORDINAT




    Tadi pagi gue bangun dengan agak rada menangis. ada orang yang pengen banget gue temui, tapi nggak bisa. Bahasa gampangnya: gue kangen parah sama dia sampai agak kebawa mimpi dan bikin gue menangis ketika kebangun. Tapi orang ini nggak bisa gue temui. Bukannya gue nggak mau, gue nggak bisa. Sumpah! Gue mau banget ketemu dia, tapi gue nggak bisa.

    Kenapa?
    Karena kayaknya dia nggak mau ketemu gue.
    What should I do, kalau udah begitu?


    Sebenarnya bisa aja siyh gue nekad datang ke rumah dia yang lokasinya dekat warung KFC itu. Naik taksi, pake celana pendek dan kaos oblongan doang, trus telpon dia begitu sampe di depan pagar rumahnya. Cuma pengen ketemu aja dan bareng sebentar, bilang ‘gue nggak baik-baik saja tanpa ketemu lo,’, Tanya apa yang terjadi dengan dia dan setelah tahu kalau dia fine, trus gue pergi lagi. Pulang kembali ke utan kayu.

    Tapi ironic action adalah justru hal yang paling pertama gue lakukan. Alih-alih gue telpon buat ngobatin sedikit kangen gue, gue justru hapus nomornya. Gue hapus semua pesannya. Gue hapus segala sent item gue ke dia di sms, terus gue nangis lagi sebentar setelah melakukannya. Dan kemudian Gue pikir: cukup! If you don’t want me, I don’t want you neither.

    Dan benar-benar melakukan tindakan, adalah hal yang nggak mudah. Bermula dari ide dan aneka gagasan untuk membereskan situasi, gue memilih ide yang awalnya gue pikir nggak bakal mungkin bisa gue eksekusi.

    Anjrit! Tiap malam gue kangen dia, kok. Tiap saat gue mau ketemu, kok. Beberapa waktu belakangan dia juga jadi inspirasi gue, malah. Tapi kok bisa-bisanya juga gue melakukan tindakan yang jusru akan menghabisi diri gue sendiri itu? Membuang orang yang justru sebenarnya selalu pengen gue dekap setiap saat. *Halah!


    SUBORDINAT


    Gue nggak suka jadi subordinat. Seumur hidup, gue nggak pernah jadi subordinat. Meski bokap gue cuma lurah kampung biasa di desa di cisaat sana, meski nyokap gue cuma ibu rumah tangga lulusan SR saja, meski keluarga gue cuma orang islam garing yang amat patuh dengan regulasi agama yang jelas lebih mengutamakan anak laki, tapi gue adalah gue. Gue bukan mereka.

    Gue menghirup aroma equalibrium udah lama. Nggak perduli lo tukang sapu, tukang parkir, perek bau ketek, setan jumpalitan, anjing susah boker, kuntilanak resah, ataupun jenderal yang lagi berkuasa, pemred majalah terkenal, menteri pemuda dan olahraga, artis yang lagi ngetop-ngetopnya… whoever… BAGI GUE ITU NGGAK NARUH! Selama lo bisa konek ke stop kontak gue dan kita bisa ada di satu gelombang yang sama karenanya, gue akan fine-fine aja dan asik-asik terus sama siapa pun itu. Relasinya: setara. Pantangannnya: timpang. Lo bebas bicara ke gue, gue bebas mengemukakan isi pikiran tanpa sungkan.

    Lo denger, gue denger.
    Lo cerita, gue bagi cerita.
    Lo susah, gue bantu.
    Lo senang, kita dansa sama-sama.

    Tapi anak laki yang gue kenal terakhir ini, belum apa-apa sudah mengaplikasikan hal-hal dan syarat-syarat yang membuat gue setiap saat bisa berada di posisi subordinat:
    ~ jangan jatuh cinta ma gue
    ~ jangan tulis tentang gue di blog atau facebook
    ~ jangan pake akronim atau apapun juga yang secara langsung ber-relasi dengan nama gue.

    Pokoknya hal-hal yang bisa mengaitkan apapun itu ke jejak dia. Alih-alih gue kabur karena syarat-syarat klenik itu semua, ya justru gue malah makin maju menyongsongnya, dong! Seumur hidup, gue belum pernah ketemu sama spesies begitu, trus kenapa ketika benar-benar jumpa gue harus mengkeret? Kalau ketemu vampire pun, gue akan sama kayak si Daniel Malloy yang diperankan Christian Slater. Alih-alih ngibrit, gue justru akan bikin session 2 dari Interview with the Vampire. Terutama kalau vampire-nya cakep kayak Edward cullen.

    Ya gitu deh. Karena ini anak laki bagi gue menarik banget, dan dia anak laki “TAKEN” pertama yang bisa bikin gue buta terhadap fakta kalau dia udah punya labrardor betina penjaga, semua yang dia syaratkan, gue luluskan.

    This is exciting! Sumpah! Terutama bagi anak perempuan kayak gue yang emang seneng banget bila ketemu dengan hal-hal baru yang nggak biasa.

    Dia menarik, TAKEN Kayak gini belum pernah gue temuin sebelumnya, hubungan kita asik, dan kita bisa ketawa-ketawa bego sambil saling flirting, serta sebagai bumbu, ada sedikit encounter fisik…. Sesuatu yang agak bikin gue kaget karena ternyata dia bisa bikin gue nyaman banget. What do you expect?

    I can’t ask for more!

    Bagi gue, dia kayak kotak musik a.k.a jukebox yang punya koleksi lagu yang bisa memenuhi ruangan dengan segala suasana hatimu. Oh my god, I really love this boy. Ke anak laki tersebut, gue pernah sms begini: seumur hidup gue cuma mendengar musik. Sampai suatu hari elo datang, dan gue bisa mendengar elo. Tentu saja gue rada ngegombal, tapi gombalkah itu bila ternyata itulah perasaan yang hinggap di degup jantung gue yang sungguhan? But… is he feel the same?

    Gue nggak pernah tahu. Karena dia nggak pernah bilang perasaannya. Mungkin emang dia nggak punya perasaan (dan ini fakta menarik lainnya. karena bahkan vampire pun punya perasaan), mungkin ia nggak mau ngasih unjuk perasaannya saja, atau mungkin bagi dia ini semua sama saja: permainan senang-senang yang segera akan ia tinggalkan saat segalanya mulai tak menguntungkan. Mungkin saja saat gue lagi kangen-kangennya sama dia, dia justru sedang mengejar lagi anak perempuan baru yang tiba-tiba menggugah hatinya. who knows? *only hell, knows. hehe*

    Intinya, tentang perasaan dia, gue nggak pernah tahu tepatnya apa yang dia rasakan ke gue. Pengen nanya, tapi gue pikir… Terserahlah… itu bukan urusan gue. Let’s don’t make it complicated! I love being with you, so I just want be with you… sesimple itu sih prinsip gue awalnya.

    Namun ketika ia dan gue membiarkan sesuatu terjadi, sesuatu setidaknya, benar-benar terjadi di gue. Lagi-lagi gue nggak tahu di dia. Tapi meski begitu, tentu saja, bukan salah dia, juga bukan salah gue kalau itu akhirnya terjadi di gue. It takes two to tango, lah tentu saja. kalau dia nggak membiarkan, itu tak akan terjadi. Kalau gue ngak diam saja, hal-hal lain pun tak akan mengejewantah.

    So… Setelah gue putuskan untuk menjadikan para cowok single di sekitar gue sebagai teman, karena feeling gue focus ke anak laki taken ini… adalah manusiawi kalau gue kadang kangen, kalau gue kadang pengen ketemu, kalau gue kadang pengen bareng, kalau gue kadang tidak mau diposisikan di kotak ‘gelap’ bayang-bayang. Bagi gue, berasa kayak benda kebuang, ketika gue nggak dianggap ada. Eksistensi gue agak terluka, prinsip gue: lebih baik eksis daripada hampa. Ahahaha.

    Tapi…
    karena gue suka dia… Lagu the beatles itulah yang mengalun di telinga sebagai serenada penghibur: let it be, let it be…. Let it be… let it be…

    but…
    berapa lama gue bisa membiarkan hati gue nggak dianggap ada? Apa yang bisa gue lakukan untuk menghibur dia—Hati dan diri gue yang nggak dianggap eksis? Segala keputusan ada di tangan dia
    .

    I’ll call you if I free, selalu begitu katanya (seolah dunia berputar di poros jarinya—dan dalam hubungan ini memang iya siyh. Ahaha.)

    Gue nggak bisa mendesak dia buat ketemu gue karena pada dasarnya gue orang yang demokratis dan nggak suka maksa. Amat benci juga bila dipaksa. Gue nggak bisa berlaku psycho juga, karena gue juga nggak demen bila ada fans yang bertingkah psycho ke gue. Mereka yang coba maksain dirinya diterima dengan segala cara setelah tahu ada signal merah dari orang yang disukainya.

    I have no power on him. But he has…

    Yah, kapanpun dia call or sms, karena gue seneng ma dia, hal-hal lain jadi nggak gitu penting dan nggak bermakna. Bagai magnet pinggiran, gue akan berjalan tanpa ragu ke titik medan magnet yang menarik gue ke pusat. Ya, pusat medan magnet gue tersebut tentulah dia. Kapanpun dia minta ketemu, gue akan dengan tepat melangkah menuju arahnya. tak pernah salah arah.

    Tapi…
    Adalah benar-benar nggak enak menjadi subordinat. Kadang juga berasa insulting my self. Seolah gue lagi menghina diri gue sendiri dengan membiarkan orang berbuat semaunya ke gue dan gue membiarkannya saja.

    Gue nggak suka insult orang. Gue juga tentu saja nggak demen di-insult. Ketika sms nggak berjawab, ketika kemauan gue nggak dianggap, ketika yang utama bagi gue adalah segala tentang dia… sementara dia nggak. pada suatu titik, gue pikir, gue telah melakukan penghinaan terhadap diri sendiri saat gue membiarkan terus hal itu terjadi. Dan kalau gue membiarkan diri gue menghina diri gue sendiri terus-terusan seperti itu, bagaimana gue bisa mempertahankan diri ketika orang lain menghina gue?

    Sebenarnya…

    Ini bukan masalah hina menghina. Ini bukan urusan harga diri dan gengsi. Ini bukan urusan gue yang suka dia dan tertolak lantas marah. Bukan… nggak sesimple itu, setidaknya. Dia masih telpon gue kok. Dia nggak bilang nolak ketemu, tapi biasalah Gemini… menolak dengan cara halus dengan bilang ‘inysa allah’ sudah bukan hal rahasia lagi. Lo tinggal ngerti aja. Apa maksudnya. Sebelum dengan dia, toh berkali gue pernah berurusan dengan anak-anak laki dari klan ‘udara’ ini.

    So…, ketika akhirnya kesadaran itu datang: untuk nggak membiarkan gue terus-terusan jadi pihak yang ‘terbiarkan’, tentu saja ini bukan masalah siapa menghina siapa. Nggak lah. Egois banget kalo mikirnya kayak megalomaniak ego seperti itu mah. Bagi gue, ini adalah sekedar usaha ‘me-refresh’ diri dengan penyadaran ke dalam tentang: respect your self respect other.

    Mungkin lelaki 'taken' itu memang sedang nggak ingin diganggu, maka… hormatilah. Biarkan ia menggunakan haknya untuk jangan diganggu dan menikmati apapun yang ingin dinikmatinya. Segala hal yang sekarang sedang dia lakukan dan dikerjakannya, apapun itu; dari kerjaan kantornya sampe kerjaannya menghibur diri; maka hormatilah saaja sebagai hak.

    Kalau gue punya sebongkah rindu buat dia dan dia kayaknya nggak ada rindu sama sekali, maka hormatilah saja kekosongan dia dalam ketiadaan rindunya ke gue sebagai hak dia. Dia punya hak untuk nggak kangen, dan gue harus menghormatinya. Itulah yang gue maksud dengan respect your self respect other. Se-simpel itu!

    Dan meski mungkin awalnya pasti susah, tapi pasti dengan kesadaran bahwa: respect other respect your self atau sebaliknya, semoga aja gue mampu melakukan itu. Dan tetu saja, ditambah dengan perasaan bahwa jadi subordinat adalah hal yang nggak enak, semoga gue lebih mampu lagi juga menghargai perasaan gue sendiri dan menghormatinya dengan tidak membuatnya dipandang rendah. Setidaknya, tidak dipandang rendah oleh diri gue sendiri.

    hay there, boy…
    I miss you
    Still

    Tapi gue menolak untuk menjadi subordinat.
    __________________________


    Catatan:

    Pagi ini anak UI itu kirim sms lagi. Dan gue baru menyadari, kalau bagi beberapa perempuan muda, ternyata gue udah bisa jadi inspirasi. rada aneh juga sih mereka, inspirasi kok busuk kayak gue begini. Halah!

    Dan gue pikir, cewek-cewek yang lagi terlanda masalah ini, yang mau coba bangkit dari masalah dan keterpurukan karena melihat atau membaca beberapa karya yang telah gue bikin…. apa jadinya kalau mereka tahu bahwa gue pun ternyata sedang menjadi objek dari subordinat?

    Tadi ayu utami baru saja telpon, kita ngobrol tentang beberapa hal soal ‘perempuan’. Di situ ayu bilang tentang seorang teman, ‘kalaupun ia nggak melawan dan mau saja diabuse, itu adalah hak-nya. Tapi gue (ayu) bilang, cobalah untuk jangan berpikir egois. Kalaupun dia diam saja yang artinya membiarkan itu terjadi, tapi apa dia nggak mikirin anaknya? Apa dia membiarkan si anak melihat kekerasan di depan matanya? Cobalah jangan berpikir egois…’

    Dari kasus yang kami obrolkan tadi siang, gue jadi bisa melihat… Kalau pun karena rasa suka gue, gue bisa saja membiarkan diri gue menjadi obyek subordinat, it’s fine! Tapi coba pikirkan teman-teman cewek gue yang lain… yang muda-muda dan butuh terus didorong untuk keluar dari lingkar kekerasan dan subordinasi. Apa yang bisa gue lakukan, kalau ternyata gue juga sama.. cuma objek lemah yang nggak bisa nolak di-subordinasi.

    So…

    If you want me,
    stand by me, be with me
    and If you don’t...
    just tell the truth, and I will never ask you to stay…

Post Title

SUBORDINAT


Post URL

http://gallerygirlss.blogspot.com/2009/04/subordinat.html


Visit Gallery Girls for Daily Updated Gallery Girls
Cpx24.com CPM Program

Popular Posts

My Blog List

Blog Archive

Total Pageviews