Link www.ucuagustinprosa.blogspot.com
Langit biru, disangga udara yang tinggi.
Di bawahnya, semua kita adalah sama.
Seluruh manusia adalah setara….
Ada bintang yang jatuh pada malam ketika Shigure akhirnya meninggal. Bukan di ujung pedang Hittori Battosai si pembantai, tapi di ujung senapan pengkhianat. Bintang itu berwarna putih keemasan, ekornya berpijar membuat tapak yang panjang di belakang langit malam, laksana buntut tupai yang tipis mekar. Lalu bintang itu berkedip sekali saat Shigure sang pemimpin pemberontak pada masa restorasi Meiji itu akhirnya wafat. Kau mungkin tak tahu kisah itu… tapi itulah sepotong cerita yang kupungut dari samurai-X, film kartun jepang, yang kau tahu, aku sangat suka.
Kesetaraan…
Tak ada baik buruk, yang ada cuma kebaikan belaka dan di antara lipatannya, ada terdapat lubang-lubang sial. Itulah dunia Dmitri. Dmitr, seorang teman yangpernah kukenal.
Ini bukan cerita,
Tapi hanya seutas benang yang ingin kubikin dari gumpalan kata.
Dmitri, para malaikat kita sekarang telah memakai tuxedo… mereka telah menanggalkan sayapnya dan berkelana dari satu kota ke kota lain dengan memakai mesin ford, pesawat boeing, atau Ferrary jenis terkini. Malaikat itu juga kini tak semuanya cantik dan putih. Tidak semuanya bermata biru seperti lagit, berrambut pirang seperti emas dan berkulit putih sebening air. Mereka kini menyamar, Dim. Mereka kini menyebar, Dim. Menyamar jadi kamu, menyamar jadi Chris Martin (bersuara amat merdu dan memiliki daya cipta kata yang menakjubkan; vokalis Cold Play). Menyebar dalam potongan-potongan tubuh. Ada pada ginjalmu yang sudah tak ehat, ada pada mataku yang kerap bengkak, ada pada darah seseorang yang bergolongan O atau AB atau apapun. Dan ada pada otot tangan seorang binaragawan. Kemulaian, kini tidak baku lagi. Itu yang kutahu. Itu yang kau juga tahu.
Dmitri, dulu ada seorang perempuan. Norea, begitu kau perkenalkan dia. Ililith, aku mengenalnya. Dialah perempuan penggoda itu. Begitu kisah dalam ayat suci. Tapi dialah pemilik pengetahuan yang sesungguhnya, itulah kebenaran yang telah kita ketahui kini. Dmitri, kau punya seribu satu kisah. Tentang para malaikat, perempuan-perempuan ‘ajaib dan hebat’ dan tiga pohon yang ada di surga kita sebelum semuanya jatuh dalam dosa. Tiga pohon yang menentukan semesta; pohon pengetahuan (kau akan menjadi begitu sangat-sangat jenius karenanya), pohon waktu (kau akan menjadi amat abadi dan bisa bermain-main atau bahkan tak tersentuh waktu) dan pohon kehidupan (kau akan memiliki segenap atau kehidupan apapun yang kau inginkan). Tapi manusia (atas bisikan serphant sang ular) lebih memilih pohon pengetahuan dari pada menjadi fana karena ketiadaan pengaruh kekuatan waktu dan abadi karena immortal takbisa mati. Manusia memang tak bisa bolak balik berjalan dari masa lalu ke masa kini seenaknya. Manusia memang hanya memiliki beberapa tahap kehidupan dan tak bisa menguasainya. Tapi manusia memiliki pengetahuan, yang dari sana waktu bisa terkuasai dan kehidupan bisa dipelajari. Aku mengenal kisah itu bukan dari buku atau kitab suci, melainkan atas nama lidahmu yang bawel tak henti berhujat dengan hal-hal yang tak jelas. Ketakjelasan yang ketika dipertanyakan semakin kabur, namun dibelakang kekaburan itu, kita menangkap beberapa larik epigram kejelasan yang kadang secara buram kita jadikan pegangan (setidaknya kita punya sedikit pegangan dari hasil olah otak kita sendiri).
Aku selalu terpikat pada pemikiran yang indah. Entah masa lalu, kini atau masa datang. Dan kau membuka per lembarnya dengan tidak sabar. Membuka tiap helainya dengan kemarahan dan protes yang kadang tak karuan. Tapi menonton Rurouni Kenshin memainkan samurai… Aku teringat tentang cerita yang sama. Tentang langit yang sama. Tentang bintang yang usianya ribuan tahun, dihuni ribuan jiwa yang memancarkan cinta dan spiritnya secara benderang. Tentang tak penting menjadi “some body” tapi jadilah “no body” yang bisa be “every body”. Dan teruntailah kisah tak perlu ini untukmu; Cerita buat dmitri…
Ada seseorang…
Namanya entah. Jenis kelaminya entah. Tinggalnya entah. Makanannya entah. Kesukaannya entah. Yang dipikirkannya entah. Tapi dia tahu sesuatu… Dia mengerti makna derai angin dan dia tahu percakapan air. Dia mengintip bulan tiap malam. Memandang bintang dan terus menyangka kalau rumahnya di sana. Dia tahu lampu rumahnya selalu bercahaya. Cahaya yang hangat dan selalu bisa disinggahinya kapan saja. Dia tahu di semesta ini manusia tidak sendirian (alangkah ganjilnya). Dia mengerti kalau seluruh mitos awalnya bukan fantasi, tapi waktu berlalu dan kemajuan menuntut kompensasi. Dia menangis saat para penyihir dibakar mati dan berhala-berhala satu persatu dirobohkan atas nama berhala yang baru. Dia tercekam oleh kekuatan dibalik narasi film, mengira seluruh hidupnya terserak dan terpenggal dalam kalimat-kalimat di tiap scene dan pada bait tiap lirik lagu yang menyentuh hatinya. Dia terpesona akan masa depan tapi tak bisa mengarahkannya. Dia tahu hal-hal yang diperkirakan akan terjadi di masa yang akan datang. Dia kagum akan teknologi namun kerap tersihir mitologi. Dia ambigu. Dia tak jelas. Dia tak harus dimengerti. Dia ingin dipahami. Dia sepenggal yangkukenal tentang seorang teman bernama Dmitri...
Langit biru, disangga udara yang tinggi.
Di bawahnya, semua kita adalah sama.
Seluruh manusia adalah setara….
Ada bintang yang jatuh pada malam ketika Shigure akhirnya meninggal. Bukan di ujung pedang Hittori Battosai si pembantai, tapi di ujung senapan pengkhianat. Bintang itu berwarna putih keemasan, ekornya berpijar membuat tapak yang panjang di belakang langit malam, laksana buntut tupai yang tipis mekar. Lalu bintang itu berkedip sekali saat Shigure sang pemimpin pemberontak pada masa restorasi Meiji itu akhirnya wafat. Kau mungkin tak tahu kisah itu… tapi itulah sepotong cerita yang kupungut dari samurai-X, film kartun jepang, yang kau tahu, aku sangat suka.
Kesetaraan…
Tak ada baik buruk, yang ada cuma kebaikan belaka dan di antara lipatannya, ada terdapat lubang-lubang sial. Itulah dunia Dmitri. Dmitr, seorang teman yangpernah kukenal.
Ini bukan cerita,
Tapi hanya seutas benang yang ingin kubikin dari gumpalan kata.
Dmitri, para malaikat kita sekarang telah memakai tuxedo… mereka telah menanggalkan sayapnya dan berkelana dari satu kota ke kota lain dengan memakai mesin ford, pesawat boeing, atau Ferrary jenis terkini. Malaikat itu juga kini tak semuanya cantik dan putih. Tidak semuanya bermata biru seperti lagit, berrambut pirang seperti emas dan berkulit putih sebening air. Mereka kini menyamar, Dim. Mereka kini menyebar, Dim. Menyamar jadi kamu, menyamar jadi Chris Martin (bersuara amat merdu dan memiliki daya cipta kata yang menakjubkan; vokalis Cold Play). Menyebar dalam potongan-potongan tubuh. Ada pada ginjalmu yang sudah tak ehat, ada pada mataku yang kerap bengkak, ada pada darah seseorang yang bergolongan O atau AB atau apapun. Dan ada pada otot tangan seorang binaragawan. Kemulaian, kini tidak baku lagi. Itu yang kutahu. Itu yang kau juga tahu.
Dmitri, dulu ada seorang perempuan. Norea, begitu kau perkenalkan dia. Ililith, aku mengenalnya. Dialah perempuan penggoda itu. Begitu kisah dalam ayat suci. Tapi dialah pemilik pengetahuan yang sesungguhnya, itulah kebenaran yang telah kita ketahui kini. Dmitri, kau punya seribu satu kisah. Tentang para malaikat, perempuan-perempuan ‘ajaib dan hebat’ dan tiga pohon yang ada di surga kita sebelum semuanya jatuh dalam dosa. Tiga pohon yang menentukan semesta; pohon pengetahuan (kau akan menjadi begitu sangat-sangat jenius karenanya), pohon waktu (kau akan menjadi amat abadi dan bisa bermain-main atau bahkan tak tersentuh waktu) dan pohon kehidupan (kau akan memiliki segenap atau kehidupan apapun yang kau inginkan). Tapi manusia (atas bisikan serphant sang ular) lebih memilih pohon pengetahuan dari pada menjadi fana karena ketiadaan pengaruh kekuatan waktu dan abadi karena immortal takbisa mati. Manusia memang tak bisa bolak balik berjalan dari masa lalu ke masa kini seenaknya. Manusia memang hanya memiliki beberapa tahap kehidupan dan tak bisa menguasainya. Tapi manusia memiliki pengetahuan, yang dari sana waktu bisa terkuasai dan kehidupan bisa dipelajari. Aku mengenal kisah itu bukan dari buku atau kitab suci, melainkan atas nama lidahmu yang bawel tak henti berhujat dengan hal-hal yang tak jelas. Ketakjelasan yang ketika dipertanyakan semakin kabur, namun dibelakang kekaburan itu, kita menangkap beberapa larik epigram kejelasan yang kadang secara buram kita jadikan pegangan (setidaknya kita punya sedikit pegangan dari hasil olah otak kita sendiri).
Aku selalu terpikat pada pemikiran yang indah. Entah masa lalu, kini atau masa datang. Dan kau membuka per lembarnya dengan tidak sabar. Membuka tiap helainya dengan kemarahan dan protes yang kadang tak karuan. Tapi menonton Rurouni Kenshin memainkan samurai… Aku teringat tentang cerita yang sama. Tentang langit yang sama. Tentang bintang yang usianya ribuan tahun, dihuni ribuan jiwa yang memancarkan cinta dan spiritnya secara benderang. Tentang tak penting menjadi “some body” tapi jadilah “no body” yang bisa be “every body”. Dan teruntailah kisah tak perlu ini untukmu; Cerita buat dmitri…
Ada seseorang…
Namanya entah. Jenis kelaminya entah. Tinggalnya entah. Makanannya entah. Kesukaannya entah. Yang dipikirkannya entah. Tapi dia tahu sesuatu… Dia mengerti makna derai angin dan dia tahu percakapan air. Dia mengintip bulan tiap malam. Memandang bintang dan terus menyangka kalau rumahnya di sana. Dia tahu lampu rumahnya selalu bercahaya. Cahaya yang hangat dan selalu bisa disinggahinya kapan saja. Dia tahu di semesta ini manusia tidak sendirian (alangkah ganjilnya). Dia mengerti kalau seluruh mitos awalnya bukan fantasi, tapi waktu berlalu dan kemajuan menuntut kompensasi. Dia menangis saat para penyihir dibakar mati dan berhala-berhala satu persatu dirobohkan atas nama berhala yang baru. Dia tercekam oleh kekuatan dibalik narasi film, mengira seluruh hidupnya terserak dan terpenggal dalam kalimat-kalimat di tiap scene dan pada bait tiap lirik lagu yang menyentuh hatinya. Dia terpesona akan masa depan tapi tak bisa mengarahkannya. Dia tahu hal-hal yang diperkirakan akan terjadi di masa yang akan datang. Dia kagum akan teknologi namun kerap tersihir mitologi. Dia ambigu. Dia tak jelas. Dia tak harus dimengerti. Dia ingin dipahami. Dia sepenggal yangkukenal tentang seorang teman bernama Dmitri...
Post Title
→Cerita Buat Dmitri,
Post URL
→https://gallerygirlss.blogspot.com/2004/09/cerita-buat-dmitri.html
Visit Gallery Girls for Daily Updated Gallery Girls