www.ucuagustinprosa.blogspot.com
Di sini langit begitu dekat dan kabut bisa kau mainkan dengan ujung jarimu. Tak ada yang tak bisa disentuh, karena semua yang jauh tampak begitu dekat. Angin mendatangimu, matahari menyentuh pipimu, awan ada di ujung rambutmu dan bahkan kabut seolah bisa kau telan dan dia tetap bergumpal di dalam rongga dadamu, mengepulkan uap saat kau hembuskan ia kembali dari mulutmu.
Ini desa memang di ujung gunung. Bukan hanya berada di tempat yang amat tinggi tapi aku tahu ada satu rahasia yang bahkan orang desa ini sekalipun belum tentu mengetahuinya. Desa ini, Sukanagara, memiliki sebuah lift yang tak terlihat. Aku sangat yakin dengan itu.
Pada waktu-waktu tertentu, kadang kala desa ini bisa naik meninggi dan atap-atap rumahnya bisa merobek ujung terdasar langit. Bila saja kau ada di sini, aku yakin kau akan ternganga dan tak bilang aku bohong. Suatu sore yang tak kau kira, kau akan secara tiba-tiba bisa melihat seluruh kota terhampar di bawah teras rumahmu atau begitu saja kau mampu melihat laut berdebur dari tepi bingkai jendela kamarmu. Deburan yang tanpa suara, deburan yang lebih mirip seperti pemandangan dari ketinggian udara ketika kau melayang bersama pesawat Garuda saat kau membelah udara kalimantan, misalnya.
Aneh juga rasanya, orang-orang desa ini begitu terbiasa dengan segala keajaiban desanya sampai sepertinya mereka sama sekali tidak merasakan keajaiban apapun di desanya.
Tak ada yang dikerjakan warga di Sukanagara kecuali yang berkenaan dengan pohon dan perkayuan. Kayu-kayu di hutan-hutan. Kayu-kayu di ujung-ujung jalan. Kayu-kayu di tepi desa. Kayu-kayu ditebang. Suara gergaji listrik. Kayu-kayu dijual. Suara gemerincing uang. Kayu Rasamala, Albasiah, meranti, Jati, Puspa, Kasang, Mane’e, Jengjeng, Suren...
Dan aku di sana, meski cuma beberapa hari saja.
Sukanagara.
Desa di mana langit begitu dekat dan ujung-ujung pohon bisa menusuk atap terendahnya. Desa di mana penduduknya lupa keajaiban namun keajaiban tetap setia dengan desanya. Desa tempat di mana kejaiban tinggal dan menjadi penghuninya.
Bbbrr....
Kau kedinginan?
Jangan lupa bawa jaket dan selimut tebal.
***Catatan perjalanan di hari ke-4. Sukanagara, 5 Februari 2005
Di sini langit begitu dekat dan kabut bisa kau mainkan dengan ujung jarimu. Tak ada yang tak bisa disentuh, karena semua yang jauh tampak begitu dekat. Angin mendatangimu, matahari menyentuh pipimu, awan ada di ujung rambutmu dan bahkan kabut seolah bisa kau telan dan dia tetap bergumpal di dalam rongga dadamu, mengepulkan uap saat kau hembuskan ia kembali dari mulutmu.
Ini desa memang di ujung gunung. Bukan hanya berada di tempat yang amat tinggi tapi aku tahu ada satu rahasia yang bahkan orang desa ini sekalipun belum tentu mengetahuinya. Desa ini, Sukanagara, memiliki sebuah lift yang tak terlihat. Aku sangat yakin dengan itu.
Pada waktu-waktu tertentu, kadang kala desa ini bisa naik meninggi dan atap-atap rumahnya bisa merobek ujung terdasar langit. Bila saja kau ada di sini, aku yakin kau akan ternganga dan tak bilang aku bohong. Suatu sore yang tak kau kira, kau akan secara tiba-tiba bisa melihat seluruh kota terhampar di bawah teras rumahmu atau begitu saja kau mampu melihat laut berdebur dari tepi bingkai jendela kamarmu. Deburan yang tanpa suara, deburan yang lebih mirip seperti pemandangan dari ketinggian udara ketika kau melayang bersama pesawat Garuda saat kau membelah udara kalimantan, misalnya.
Aneh juga rasanya, orang-orang desa ini begitu terbiasa dengan segala keajaiban desanya sampai sepertinya mereka sama sekali tidak merasakan keajaiban apapun di desanya.
Tak ada yang dikerjakan warga di Sukanagara kecuali yang berkenaan dengan pohon dan perkayuan. Kayu-kayu di hutan-hutan. Kayu-kayu di ujung-ujung jalan. Kayu-kayu di tepi desa. Kayu-kayu ditebang. Suara gergaji listrik. Kayu-kayu dijual. Suara gemerincing uang. Kayu Rasamala, Albasiah, meranti, Jati, Puspa, Kasang, Mane’e, Jengjeng, Suren...
Dan aku di sana, meski cuma beberapa hari saja.
Sukanagara.
Desa di mana langit begitu dekat dan ujung-ujung pohon bisa menusuk atap terendahnya. Desa di mana penduduknya lupa keajaiban namun keajaiban tetap setia dengan desanya. Desa tempat di mana kejaiban tinggal dan menjadi penghuninya.
Bbbrr....
Kau kedinginan?
Jangan lupa bawa jaket dan selimut tebal.
***Catatan perjalanan di hari ke-4. Sukanagara, 5 Februari 2005
Post Title
→Sebuah Desa Di mana Langit Begitu Dekat
Post URL
→https://gallerygirlss.blogspot.com/2005/02/sebuah-desa-di-mana-langit-begitu-dekat.html
Visit Gallery Girls for Daily Updated Gallery Girls