BlogItemURL> www.ucuagustinprosa.blogspot.com
And The Journey Begin
Atawa Sebuah Lorong Berjalan yang tak Begitu Panjang.
Pagi berdesir. Tak ada roda-roda yang berderak di atas rel itu. Hampir 20 menit. Dan aku tetap menunggu.
Ada sesuatu yang telah berangkat lebih dulu, sebenarnya. Sebuah optimisme yang terlalu spontan, begitu kunamai ia yang berangkat lebih dulu itu. Dia yang memaksaku membuka kedua kelopak mata pada suatu pagi yang menurut ukuranku masih buta; jam 06.15. Dia yang memaksaku membasuh muka dengan air yang kerannya dia bukakan lebar-lebar saat aku sebenarnya masih ingin berada di atas tempat tidur yang hangat. Dia juga lah yang membuatku bergegas menuju stasiun Cikini dan terlongong dengan kertas karcis kereta ekonomi Bogor-Cikini seharga dua ribu lima ratus rupiah di genggaman tangan.
"Saat kau ijinkan sesuatu yang asing memasuki dirimu, maka sesuatu yang asing lainnya juga akan menuntut untuk diijinkan memasuki dirimu juga."
Dan yang lain-lain itu memang mendatangiku. Sebuah rasa asing yang jujurnya sih, kuharapkan semoga sering-sering mengunjungiku.
Setelah optimisme spontan yang berkunjung pada suatu ujung malam menghampiri, keyakinan untuk serius mengerjakan sesuatu berdasarkan tuntutan diri sendiri atawa komitmen diri, terus menjalari semangatku dalam perjalan di sebuah lorong berjalan yang tak begitu panjang. Perjalanan dengan kereta yang pengap suasana dan penuh warna dialektika sosial.
Perjalanan ini....
Aku menerabas beberapa stasiun. Orang-orang berdiri. Tempat-tempat yang tertinggal. Orang-orang yang turun dari gerbong. Orang-orang yang masuk ke gerbong. Semua dagangan, segala komunikasi dengan aneka bahasa. Aku mengalami gelegak atmosfir yang penuh di dada. Aku menghirupnya dalam dan menikmati setiap tarikannya. Suara pengemis, musik pengamen, teriakan pedagang, tangis anak kecil, keluhan penumpang yang tak kebagian tempat duduk.
Apa yang bisa kuharapkan dari sebuah perjalanan kecil menuju komitmen yang dibuat sendiri? Tentu saja biaya perjalanan ini tak ada yang bisa ku re-imburse, ini bukan perjalanan tugas sebuah perusahaan atau lembaga sosial tempatku pernah bekerja. Mungkin juga tak ada yang akan membaca hasil riset kecilku, kelak. Kami hanya bekerja bertiga. Dan tentu saja dari tiga orang itu, aku yang paling pasti dan menggebu. Tak ada yang mudah dalam mewujudkan ide. Maka ku tempuh saja perjalanan ini, sebuah perjalan untuk memberi tubuh pada ide. Upaya untuk membuktikan pada diri sendiri, bahwa setidaknya aku serius.
Ya, di lorong berjalan yang tak begitu panjang itu, aku telah menetapkan hati kalau film dokumenter itu harus jadi! Harus! Meski nggak tahu uangnya dari mana. Meski mungkin, Erik atau Syarif akan mengundurkan dirinya di tengah proses. Meski mungkin kengototan pembuktian diri itu harus meredup bila ternyata di tengah jalan aku tak berdaya berjalan sendirian...
But this is just a journey.
A journey in a big hole named life.
And my journey has just begin....
(Catatan perjalanan di hari pertama,
kereta ekonomi cikin-bogor, 2 Februari 2005)
NB: Naiklah kereta ekonomi dalam jarak dekat, sekali saja. Dan kau akan mendapati kenyataan, bahwa dengan cuma duduk di salah satu bangkunya, kau akan tahu hidup itu apa.
Saran ahli:
Untuk perjalanan jauh macam yogya atau surabaya atau bandung. Ya teteb naik eksekutif. VIP kalau bisa ya bow ;)
PS:
Tapi NB yang di atas itu seroius!@ Sangat serius!
Nikmati hidup tanpa melupakan kehidupan adalah cara bijak yang ku tempuh sekarang.
(Hehehe, mumpung bisa dengan royal menghamburkan waktu tanpa diburu sesuatu nih ceritanya. Waktuku yang mewah. Waktuku yang bernyawa dalam tiap detiknya. Semoga tak ada waktu mati untuk ku)
And The Journey Begin
Atawa Sebuah Lorong Berjalan yang tak Begitu Panjang.
Pagi berdesir. Tak ada roda-roda yang berderak di atas rel itu. Hampir 20 menit. Dan aku tetap menunggu.
Ada sesuatu yang telah berangkat lebih dulu, sebenarnya. Sebuah optimisme yang terlalu spontan, begitu kunamai ia yang berangkat lebih dulu itu. Dia yang memaksaku membuka kedua kelopak mata pada suatu pagi yang menurut ukuranku masih buta; jam 06.15. Dia yang memaksaku membasuh muka dengan air yang kerannya dia bukakan lebar-lebar saat aku sebenarnya masih ingin berada di atas tempat tidur yang hangat. Dia juga lah yang membuatku bergegas menuju stasiun Cikini dan terlongong dengan kertas karcis kereta ekonomi Bogor-Cikini seharga dua ribu lima ratus rupiah di genggaman tangan.
"Saat kau ijinkan sesuatu yang asing memasuki dirimu, maka sesuatu yang asing lainnya juga akan menuntut untuk diijinkan memasuki dirimu juga."
Dan yang lain-lain itu memang mendatangiku. Sebuah rasa asing yang jujurnya sih, kuharapkan semoga sering-sering mengunjungiku.
Setelah optimisme spontan yang berkunjung pada suatu ujung malam menghampiri, keyakinan untuk serius mengerjakan sesuatu berdasarkan tuntutan diri sendiri atawa komitmen diri, terus menjalari semangatku dalam perjalan di sebuah lorong berjalan yang tak begitu panjang. Perjalanan dengan kereta yang pengap suasana dan penuh warna dialektika sosial.
Perjalanan ini....
Aku menerabas beberapa stasiun. Orang-orang berdiri. Tempat-tempat yang tertinggal. Orang-orang yang turun dari gerbong. Orang-orang yang masuk ke gerbong. Semua dagangan, segala komunikasi dengan aneka bahasa. Aku mengalami gelegak atmosfir yang penuh di dada. Aku menghirupnya dalam dan menikmati setiap tarikannya. Suara pengemis, musik pengamen, teriakan pedagang, tangis anak kecil, keluhan penumpang yang tak kebagian tempat duduk.
Apa yang bisa kuharapkan dari sebuah perjalanan kecil menuju komitmen yang dibuat sendiri? Tentu saja biaya perjalanan ini tak ada yang bisa ku re-imburse, ini bukan perjalanan tugas sebuah perusahaan atau lembaga sosial tempatku pernah bekerja. Mungkin juga tak ada yang akan membaca hasil riset kecilku, kelak. Kami hanya bekerja bertiga. Dan tentu saja dari tiga orang itu, aku yang paling pasti dan menggebu. Tak ada yang mudah dalam mewujudkan ide. Maka ku tempuh saja perjalanan ini, sebuah perjalan untuk memberi tubuh pada ide. Upaya untuk membuktikan pada diri sendiri, bahwa setidaknya aku serius.
Ya, di lorong berjalan yang tak begitu panjang itu, aku telah menetapkan hati kalau film dokumenter itu harus jadi! Harus! Meski nggak tahu uangnya dari mana. Meski mungkin, Erik atau Syarif akan mengundurkan dirinya di tengah proses. Meski mungkin kengototan pembuktian diri itu harus meredup bila ternyata di tengah jalan aku tak berdaya berjalan sendirian...
But this is just a journey.
A journey in a big hole named life.
And my journey has just begin....
(Catatan perjalanan di hari pertama,
kereta ekonomi cikin-bogor, 2 Februari 2005)
NB: Naiklah kereta ekonomi dalam jarak dekat, sekali saja. Dan kau akan mendapati kenyataan, bahwa dengan cuma duduk di salah satu bangkunya, kau akan tahu hidup itu apa.
Saran ahli:
Untuk perjalanan jauh macam yogya atau surabaya atau bandung. Ya teteb naik eksekutif. VIP kalau bisa ya bow ;)
PS:
Tapi NB yang di atas itu seroius!@ Sangat serius!
Nikmati hidup tanpa melupakan kehidupan adalah cara bijak yang ku tempuh sekarang.
(Hehehe, mumpung bisa dengan royal menghamburkan waktu tanpa diburu sesuatu nih ceritanya. Waktuku yang mewah. Waktuku yang bernyawa dalam tiap detiknya. Semoga tak ada waktu mati untuk ku)
Post Title
→And The Journey Begin ....
Post URL
→https://gallerygirlss.blogspot.com/2005/02/and-journey-begin.html
Visit Gallery Girls for Daily Updated Gallery Girls