Dear Ucu,
Hari ini, sekali lagi mobil kami dibajak di jalan. Mobil container terbuka yang membawa batang-batang beton pancang yang sedianya untuk struktur dasar bangunan yang sedang kukerjakan, dihadang di tengah jalan. Lelaki-lelaki berusia tanggung dengan kaca mata hitam murahan serta topi yang biasa kautemui di emperan Tanah Abang, menghentikan mobil besar itu. Persis seperti ketika waktu pertama aku datang ke tempat ini, orang-orang yang sama, jalan yang sama, tuntutan yang sama.
Saat ini aku sedang terlibat dalam sebuah pekerjaan kecil, namanya Supporting Facilities for Power Plant Project. Aku membangun fasilitas pendukung untuk PTLU mulut tambang, seperti wisma, kantor, hotel, arena olah raga, restoran, dan berbagai bangunan pendukung lainnya. Lokasinya sendiri berada di area PLTU yang sedang dibangun dan akan dikelola oleh investor dari Cina bernama GHEMM. Daerahnya berada di desa Gunung Raja, kecamatan Rambang Dangku, kabupaten Muara Enim.
Lahan yang kukerjakan luasnya 8 hektar. Pertama kali aku ke tempat ini, yang terlihat hanya tanah luas bekas bukit yang dipotong, dikelilingi hutan karet dan terik matahari yang mungkin kau akan butuh manset rangkap untuk mencegah kulitmu menjadi lebih gelap. Di tempat ini, jangan kaubayangkan bisa menikmati senja merah dengan secangkir kopi dan Jostein Gardner di atas bangku menanti ufuk yang melankolis. Jam setengah enam sore kamu masih akan terbakar panas di tempat ini. Percayalah.
Di lahan kerja itu, aku membangun beberapa rumah temporer yang kugunakan untuk kantor timku sendiri , kantor-kantor kontraktor di bawahku, bedeng-bedeng untuk menampung sekitar 300an pekerja, kantin, pos jaga, dan fasilitas pendukung kantor lainnya. Kantor itu (site office) kugunakan sebagai kantorku kalau siang atau ketika pekerjaan sedang berlangsung di lapangan. Aku sendiri menyewa sebuah rumah besar di Prabumulih yang kujadikan home base, yang juga adalah tempat tidur 14 orang tim intiku.
Jarak antara home base dengan site office sekitar 35 kilometer, sekitar 20 menit perjalanan dengan mobil Terano, 40 menit dengan Avanza, atau 15 menit menggunakan motor trail. Aku harus menembus hutan karet, melewati beberapa kampung yang mengandalkan sungai kecil dengan air yang menggenang untuk mandi dan mencuci pakaiannya, membuat kabut debu dari roda mobil yang menggilas jalan terjal berbatu dan tanah merah, serta memaksa para penyadap karet kesiangan menutup rapat-rapat muka mereka agar tidak terkena debu, untuk sampai ke lokasi pekerjaanku.
Di salah satu kampung yang kulewati itulah mobilku dihentikan. Lelaki-lelaki berusia tanggung dengan kaca mata hitam murahan serta topi yang biasa kautemui di emperan Tanah Abang.
Bersambung ...
(berikutnya: bagaimana orang-orang lokal yang hidup di daerah tambang yang panas menjalani hidupnya dengan menelantarkan karet, mengungsi ke daerah lain, atau berprofesi sebagai tukang palak yang terbisa dibodohi oleh Pertamina selama puluhan tahun….)
*a friend
Post Title
→Surat Dari Teman
Post URL
→https://gallerygirlss.blogspot.com/2009/07/surat-dari-teman.html
Visit Gallery Girls for Daily Updated Gallery Girls