Powered by Blogger.

Politik Rok

    Apapun yang ada di dunia, pada akhirnya memang akan menjadi mahluk yang tak bisa berlari dari segala hukumnya. Termasuk hukum gravitasi alias hukum daya tarik bumi.

    Kulit kencang akan kendur
    Mata bagus akan keriput
    Payudara merekah akan susut
    Suara kencang akan bergetar
    Dan bila tiba saatnya, usia yang ada mulanya, akan sampai pada ujungnya.
    Ada hidup.
    Ada yang harus mati.


    Dan inilah salah satu hal yang lain lagi dari hukum alam:
    Tentang mata dan apa yang dilihatnya.

    Rok
    Mahluk apakah itu?

    Dikenakan perempuan
    Dibuat dari aneka bahan
    Tanpa pipa
    Sebuah desain untuk menutup bagian bawah tubuh
    Dengan ruang untuk gelembung udara di antaranya.


    Sejarah rok?
    Cari sendiri aja di google kalau mau tahu lebih dalam

    Karena gue cuma ingin bicara tentang Rok, Mata yang melihatnya, apa yang gue rasakan, apa yang kemudian gue observasi, dan sebuah kesimpulan mungil tentang politik rok dari persepktif sempit pikiran gue sendiri.

    Sejak jarang olahraga dan beberapa bagian dari tubuh gue mendapat impactnya:
    paha membesar
    pantat membesar
    Panggul membesar
    beberapa bagian tubuh yang lain ikut juga membesar
    --pokoknya segala hal yang ditakutkan banyak perempuan, tapi anehnya gue justru ingin tahu dan ingin turut merasakan bagaimana kecemasan itu dengan membiarkan saja apa yang terjadi pada tubuh gue tanpa melakukan apa-apa untuk mencegahnya--.

    Observasi membutuhkan volunteer, right?
    Dan ketika gue ingin tahu bagaimana rasanya cemas karena segala urusan
    besar-besa
    r itu.
    Ya siapa lagi yang akan bisa jadi relawanya, kecuali diri gue sendiri, bukan?
    Meski, hehehe, sejujurnya gue jadi turut agak cemas juga sih, karena masalah pembesaran dan segala sebab akibat hukum alam ini! But Yup! finally I got the feeling! :P
    Kecemasan menjadi perempuan berbadan besar!

    Nah, sebagai konsekuensi dari rasa ingin tahu dan kegiatan membiarkan tidak melakukan apa-apa untuk mencegahnya meski terjadi pembesaran di beberapa bagian tubuh gue, maka jadilah gue nggak bisa memakai beberapa jeans. Beberapa celana gue yang berwarna bagus, danamat nyamankalau dipake. Dan sebagai gantinya, mulailah gue mengenakan Rok. Panjang,pendek. Aneka model. Klasik, modern. Aneka gaya. Murahan, mahalan. Aneka ragam harga.

    Dan Hmmm...

    Di tengah budaya celana panjang yang sudah amat menjamur di kalangan para perempuan (khususnya di kota besar), mengenakan rok ternyata memiliki aspek politik tersendiri. Perasaan menjadi langka, jarang dan mendapat perhatian sebentar karena memakainya. Itulah yang gue dapatin saat mulai memakai rok dan memasukkan kebiasaan itu dalam kehidupan berpakaian keseharian. Beberapa komentar seperti di bawah ini, terus saja gue dengar sampai sekarang, dari sejak saat pertama kali gue mengenakan rok:
    "Ih, pake rok!"
    "feminim amat!"
    "Rapi banget!"
    "Udah mau jadi perempuan ya Cu..."
    "Tumben lo, pake rok!" (padahal orangi tu udah melihat saya puluhan kali, kaleeee...)

    Ya pokoknya segala komentar nggak penting yang nggak keluar kalau gue pakai celana. Dan hal tersebut memberi gue pengetahuan bahwa memakai rok adalah memakai sesuatu yang sangat bersifat politis. Politis sebagai penampilan. Politis sebagai perempuan.

    Gila lho ya!!!
    Padahal pakain, rok, atau apapun, adalah cuma benda bikinan manusia!
    Identitas buatan hasil cipta sejarah dan peradaban yang di luar realitas identitas yang paling hakiki. Identitas seksual yang sebenarnya. Tapi masa seumur-umur gue pake celana, nggak ada yang ngasih gue apresiasi kalau gue perempuan, dan pas gue pake rok, orang-orang baru pada ngelihat gue sebagai perempuan???!!!
    Hallllowwwwwwwwwwww...!!!!


    Belum lagi tentang hal ini:
    Saat gue pake rok pendek.
    Semua lelaki.
    Nggak yang masih SMP (guethau karena dia mengenakan seragam putih-biru)
    Nggak yang udah kakek-kakek bertongkat dan jalan aja udah susah
    Nggak yang supir bus
    Nggak yang kernet mikrolet
    Nggak yang di Kampus
    Nggak yang di rumah sakit
    Semuanya sempet-sempetin ngelirik.
    Bahkan mantan gue yang boncengin gue beberapa waktu lalu juga sempat-sempatnya melirik ke belakang. Sewaktu gue tanya, "Kenap sih?"
    Eh dia bilang, "Nggak, gue cuma pengen lihat paha lo!"
    Halah!
    Sim salabim abrakada nggak seeehhh??!!!
    Becanda atau serius, tapi ada tendensi yang sangat pretensius dari ucapannya itu.

    Padahal sebagai catatan, penting di sini untuk gue memberi tahu fakta ini:
    Kaki gue tuh nggak bagus.
    Betis gue gede.
    Lutut gue nggak mulus
    Dan paha gue...

    Gue bukan model.
    Gue cuma perempuan biasa yang merasa memiliki dada kegedean, rambut yang kayak ijuk, hidung datar, mata sembab karena sinus, dan jomblo pula. Pokoknya kalau ditarik kesimpulan, secara visual, gue biasa banget.
    (Kenapa sih, bagi kebanyakan orang sepertinya visual atau tampakan luar, menjadi benda yang lebih berharga dari otak? Sumpah! kalau gue sih, ngelihat kepala seksi alias cowok pintar atau cewek cerdas jauh lebih menarik dari pada jidat licin atau senyum manis manja namun ketika ngomong, nggak ada apa-apanya selain menampakkan lebih banyak ketololan yang berasal dari dalam!!!)
    Dan soal Paha...

    Gue orang yang perhitungan.
    Nggak mungkin lah gue berani pake rok pendek kalo gue nggak pikirin cara supaya paha gede gue nggak kelihatan.
    Oh meeennnn....!!!
    Please deh!

    Tentu aja gue pake hot pans ketat panjang di dalam rok gue.
    Tentu saja gue nggak ernah lupa mengenakan celana ketat tersbeut setelah mengenakan celana dalam gue, kalau gue mau mengenakan rok. Dan dengan begitu, saat angin nakal menyibak rok pendek gue, gue nggak khawatir. Gue juga nggak berusaha mencegah si angin yang usil. Karena gue tahu, hal itu tidak akan berakibat apa-apa. Karena paha gue nggak bakal pernah telanjang. Karena nggak ada seorang pun yang bakal lihat warna celana dalam gue.

    Tapi mata-mata itu....
    Oh shit!!!
    Apa yang mereka harap akan mereka lihat?!


    Setelah berbulan-bulan gue biasa mengenakan rok, gue sekarang mengerti bagaimana cewek-cewek yang punya masalah dengan perhatian, berusaha mencarinya lewat penampilan. Seksi n hot. Memperlihatkan apa yang mereka punya supaya orang diluar bisa menontonnya.

    Tentu saja mereka akan mendapat banyak lirikan.
    Ya tentu saja nggak semua perempuan, juga secara sadar menjadikan hal tersebut sebagai alat propagandanya untuk mendapat perhatiam. Dan nggak ada yang patut menyalahkan mereka. Toh bukankah pangsa pasarnya juga ada?
    Bukankah para lelaki norak itu sendiri yang memang nggak bisa pura-pura menutupi pandangan penuh libidonya saat melihat hal-hal yang demikian dari seorang perempuan?
    Hal-hal yang disebut : "keperempuanan"

    Ah, intinya.
    Sebenarnya apapun yang terjadi dengan politik Libido dan Afeksi,
    Gue cuma pengen bilang satu hal: tentang politik rok di Jakarta.

    Apakah memang begitu mudahnya menjadi perempuan di kota kayak jakarta ini?
    Tinggal pake rok, dan semua mata akan terbuka kalau lo berkelamin perempuan.
    Padahal kalau mau buka mata lebih lebar lagi...
    Mungkin celana yang seharusnya jadi simbol yang lebih tepat untuk "keperempuanan" di jakarta.

    Lihatlah sekeliling kita...

    para pekerja perempuan
    para single parent perempuan
    para pelacur perempuan
    para babu perempuan
    para ibu dengan beban ganda

    Bukankah mereka akan lebih mudah bergerak kalau mengenakan celana saja?
    Hingga mereka nggak harus repot kayakgue
    yang berusaha menutupi kerikuhan daritatapan matalaki-laki
    dengan harus repot-repotpake hots pan hitam tiapkali mau jalan memakai rok?


    Ah Jakarta...
    Kota yang absurd
    Dengan politik identitras seksual yang absurd
    Diisi manusia-manusia absurd...



Post Title

Politik Rok


Post URL

https://gallerygirlss.blogspot.com/2006/10/politik-rok.html


Visit Gallery Girls for Daily Updated Gallery Girls
Cpx24.com CPM Program

Popular Posts

My Blog List

Total Pageviews