Powered by Blogger.

Bag.3: Senyum & John (Ini Tentang 3 Hal: Kecewa, Sedih dan Sebuah Senyum di Penghujung Siang)

    BlogItemURL> www.ucuagustinprosa.blogspot.com



    3. Senyum & John...



    Awalnya adalah sebuah sms:

    "Undangan untuk warga jakarta: DOA untuk korban bencana Tsunami. Rabu, 29/12/04 jam 19 di Bund.HI. Bawa lilin. Tolong bantu sebarkan. koalisi masyarakat sipil untuk korban. Riris."



    Dan tak lama kemudian telpon gue berdering.

    Panggilan dari seseorang. Nama itu nampak di display HP nokia gue. "Is it true?"

    Gue pandang-pandangan sama amitri. Beberapa waktu sebelumnya kita baru ngomongin oscar yang "ada sesuatu" dengan amitri dan sebuah pernyataannya di koran tempo edisi minggu. Tapi ini bukan telpon dari oscar, tentu. Bukan. Ini sebuah telp dari nama lain yang belakangan kerap bikin gue norak dan senyum-senyum sendiri.



    "Hay john, Hallow!"

    Dan sebuah suara di seberang sana langusng memberondong gue dengan pertanyaan, "Jadi lu akan ke Bundaran HI nanti malam?" Tanyanya. Dengan suara seperti biasa, lembut.

    Gue bilang, "Kayaknya iya, dikau?"

    Dan tawa itu pecah dari ujung telepon, "Gue sih kalau do'a gak perlu jauh-jauh lah yah. Cukup di rumah aja. Bikin macet jalan," begitu katanya. Jelas gue harus tertawa juga dong. Semua yang dia bilang sama dengan apa yang selalu gue pikirkan tentang ambiguitas sebuah demonstrasi atau cara kita menyatakan suatu sikap: haruskah diperlihatkan? Cukupkah hanya menitik-beratkan pada hal yang berkenaan dengan value-nya saja? Toh sama kan? Yang penting kita berdoa? Di mana pun itu...



    Hhhm...

    Kali itu meski mulut gue bilang, "Gue setuju John, sama dikau," tapi kepala gue bilang: bila dari caranya saja sudah beda, jelas tujuan dan hasilnya juga akan beda.

    Tentu semua cuma cara. Tentu semua punya nilai. Tentang cara apa yang nilainya lebih tinggi, itu tergantung siapa yang menilai. Yang jelas, ini bukan sebuah tes ujian semester sehingga nilai hasil sksnya akan dijadikan acuan tentang siapa yang lebih benar dengan caranya menyatakan sesuatu yang dipilihnya. Tidak. Dan yang lebih jelas lagi, saat itu sebagai tambahan gue bilang ke John, "Hehehe, gue kan kirim sms itu cuma buat cari perhatian dikau aja, John." Dan lagi-lagi kita berdua tertawa.



    John. Brother John.

    Hhm...



    everybody knows that John is a gay! No need to argue.

    Tapi kalau gue pernah terpukau beberapa kejap sama dia dan agak-agak cari tahu tentang dia di webnya atau di google, gak apa-apa juga kan? Termasuk sms-in dia hal-hal gak perlu atau hal-hal yang gue pikir, dia juga gak akan tertarik untuk balas. Ha ha ha... hak gue dong. Asal gue gak ganggu dia, tentu saja (ih norak deh, ucu agustin... hahaha)



    Gue tahu semua orang pasti akan suka kalau tahu ada seseorang yang menyukainya. Ini nggak berhubungan dengan artist syndrome, or whatever yang berkenaan dengan popularity addict. Tapi memang logika standar saja. Bila ada seseorang yang suka kita, maka nikmatilah saja, selama itu tak merugikan. Berpikir terlalu serius tentang hal-hal yang tak harus dipikirkan serius (terlebih bila kita nggak suka orangnya, gitu), cuma bikin bete aja. Ngapain diri dibikin bete? Mendingan ambil yang happynya saja. Nikmati dan berbahagialah karena masih ada yang suka sama kita. Hehehe, iya nggak? Itu tandanya kita masih laku. Itu adalah sebuah warning dari Tuhan kalau kita ternyata masih punya pesona. jangan sedih. Never frown, because you never know who is falling in love with your smile. To the world you may be one person, but to one person you may be the world. Hehehe...



    Tapi sebenarnya ya gak gitu-gitu amat siy gue ke John. Gue tipe orang yang penasaran tentang sesuatu dan mengapa sesuatu bisa begitu. Dalam beberapa kejap, John pernah berhasil memukau gue, dan gue penasaran tentang sesuatu apa yang dibalik dia yang berhasil memukau gue (gue sering melihat dia berkelebat di acara-acara budaya dan seni di penjuru jakarta, meski gak saling kenal kita pernah bertemu beberapa kali, dan sebelumnya gue gak tertarik sama sekali. Biasa saja). Maka ketika tiba-tiba dari yang biasa itu gue jadi terpukau alias jadi tidak biasa, ya tentu gue cari tahu sebabnya. pertama, pastinya gue cari tahu dari diri gue sendiri. Dan yang gue lakukan kemudian adalah....



    Gue telusuri belakang kepala gue dan kemudian gue terbengong karena akhirnya gue menemukan alasan phisofis versi bawah sadar gue tentang mengapa John yang gay itu, tampak indah dan kenapa menyukai dia rasanya seperti menyukai sebuah benda seni. (Hahaha, sorry dude!)



    Ini berkenaan dengan konstruksi gender di kepala gue, ternyata.



    Sebagai perempuan kerap gue merasa banyak hal yang timpang dan berlaku nggak adil bagi jenis seks yang gue dan saudara-saudara perempuan gue miliki. Perempuan selalu dijadikan second sex, second citizen dengan beberapa piranti hukum yang sengaja memang dibikin buat mendiskreditkan kita, para perempuan. Banyak! banyak banget! Dan itu masih berlaku sampe sekarang. Entah berkenaan dengan hal yang sifatnya sosial, ketenagakerjaan, politik, mau kultur.



    Dalam budaya patrilinear yang dianut bangsa kita, perempuan jarang tidak menjadi barang, “property”. kayak lu punya lemari aja, maka gue kerap melihat kalau perempuan sering dianggap tidak memiliki hak dalam apapun (sorry kalau ini terdengarnya agak klise dan termehek-mehek. tapi kalau lu mau jalan ke desa atau lihat di beberapa wilayah pedalaman di mana teman-teman aktivis perempuan bekerja, itulah yang masih terjadi!). Perempuan itu sering dianggap sebagai benda yang bisa diwariskan. Setelah menjadi kanak yang adalah milik bapaknya, perempuan lantas menjadi milik suaminya, lalu menjadi milik anak-anaknya. Dulu gue pernah berpikir, cuma ketika mati saja barangkali, perempuan baru benar-benar bisa menjadi dirinya. Namun pikiran itu langusng terbantah pas gue baca mitologi Yunani. Konon katanya, sejak dilahirkan, perempuan sudah mendapat kutuk Dewi Artemis, seluruh hidupnya adalah melulu untuk mengorbankan dirinya (OOh Shit!! What the fuck!), dan dari situlah gue menafsir ulang pendapat gue tentang perempuan yang baru mendapat kemerdekaannya setelah mati. Tentu ini dikonjungsikan dengan beberapa bacaan gue tentang ayat-ayat yang ada di kitab suci, tentang bidadari dan surga. Ah..., bahkan ketika mati pun perempuan tidak pernah menjadi miliknya sendiri, tetapi menjadi milik Tuhan, dia dikutuk menjadi bidadari penghias surga, pemenuh kebutuhan nafsu pria.



    Tapi John dan jenisnya (kaum gay) pasti gak butuh perempuan. Mereka dalam kehidupannya, pasti melulu hanya mendambakan lelaki kan? Bahkan dari sejak dilahirkan, orang-orang semacam dia itu dengan sendirinya telah indah. Karena tidak digariskan untuk membawa takdir yang kelak bersentuhan dengan perempuan. Gue pikir, Setidaknya sebuah tali/lingkar kekerasan yang biasa ada atau dilakukan satu jenis seks terhadap jenis seks lainnya telah ditinggalkan atau secara illahiah, dihilangkan dari jenis seks ini. Jenis kelamin yang secara ajaib, justru mencintai orang-orang dari jenis kelaminnya sendiri. terdengar agak narsist memang (gue sih demen ya orang-orang narsist, gue juga narsist, psycho malah ;). Tapi sungguhh, bagi gue justru terberkahilah kalian!! terberkatilah kaum gay! Halleluyah! Maha suci Allah... how beautiful you are...



    Dan bahkan sampai saat setelah mati sekalipun. Lelaki-lelaki dengan preferensy seksual seperti John, bahkan tidak akan pernah menjadi konsumen dari para bidadari yang nota bene adalah konon dibuat tuhan dari perempuan (ini bila surga ada lho...).

    Itulah pointnya, sampai kapanpun, kalian tak akan pernah menjahati perempuan.

    If I were man, I'll be a gay! :)



    So, jelas saja...

    Di sebuah dunia yang secara konspriratif tidak berpihak pada perempuan, bagi gue, Lelaki-lelaki gay (terutama yang kayak John ini. Gue nggak tahu dia, dan nggakpenting juga tahu dia) adalah suatu keindahan tersendiri. Suatu fakta yang memukau.



    Bagi gue, Jatuh cinta itu ternyata urusan kepala. Bukan masalah hati. Entah kenapa selama ini gue selalu jatuh cinta pada bayangan-bayangan di kepala. Bukan pada fisik, bukan pada kenyataan seseorang itu apa. I’m always fall in love with a beautiful mind. With a beautiful thing. Dan kepala gue bilang, John is one of that beauty, one of those beautiful things.



    Hehehe, tentu saja gue nggak ingin membuat John yang gue hormati jadi jijik karena sudah tahu keadaannya kayak gitu, tapi kok masih ada perempuan aneh yang suka sama dia. hahaha. Tentu saja gue nggak mau do'i berpikir begitu. Dan gue memang tidak begitu.



    Gue suka kisah jatuh cinta yang terjadi di dunia mereka para gay (tentu yang penuh lika-liku dan perjuangan dan yang tidak gampangan dan murahan asal ganti pasangan kayak ganti pakaian. everybody suck with that stories!!).



    Gue suka mendengar semua kisah perjuangan para gay untuk mendapat hak yang sama dengan manusia berjenis seks hetero.



    Ini seperti mengingatkan gue akan perjuangan kaum perempuan untuk mendapatkan hak-haknya.



    Ini seperti perjuangan manusia melawan kekuasaan. Sebuah perjuangan ingatan melawan lupa.



    Sebuah perjuangan untuk memberantas kekhilafan manusia akan sebuah kenyataan,

    kalau awalnya kita semua dilahirkan sama dan setara.

    Kita semua adalah bentuk-bentuk ciptaan alam yang mempesona....



    That's why I love to smile when remember John.

    And it happened again.

    I Smile again when he phoned me.



    Aduhhh....

    :)















Post Title

Bag.3: Senyum & John (Ini Tentang 3 Hal: Kecewa, Sedih dan Sebuah Senyum di Penghujung Siang)


Post URL

https://gallerygirlss.blogspot.com/2004/12/bag3-senyum-john-ini-tentang-3-hal.html


Visit Gallery Girls for Daily Updated Gallery Girls
Cpx24.com CPM Program

Popular Posts

My Blog List

Blog Archive

Total Pageviews